Kamis, 07 September 2017

_Surat Kecil untuk Adik Kecilku Part 2_


Hai kamu, yg sekarang udah jadi mahasiswa..

Iya kamu, temen berantem saat kecil dulu hanya gara-gara rebutan remot tivi tiap hari.
Selamat ya, sekarang udah jadi mahasiswa, hadiah terindah dari Allah untukmu dek.. buah dari kesabaranmu selama ini.

Sungguh, Allah tidak akan pernah menyia-nyiakan do'a hamba2Nya.
Dik, kini kau tapaki dunia barumu, dunia yg penuh perjuangan sebagai seorang mahasiswa. Apapun yg kan kau hadapi nanti, tetaplah tegar di jalan-Nya, mintalah pertolongan hanya pada-Nya.
Saat ini ayah dan ibu pasti bahagia di sana, tetaplah jadi kebanggaan keluarga, jadilah anak sholeh karena hanya dgn itu kita dapat mengangkat derajat ayah ibu di hadapan Allah..

Hidup ini memang rangkaian ujian yg kan terus datang silih berganti, hadapi saja dan tetap berpijak di atas kebenaran, do'a kami keempat kakakmu tak kan pernah henti terlantun untukmu adik bungsu kami tersayang.

Meski tanpa kehadiran ayah dan ibu yg menemani, jangan pernah bersedih, ada Allah yg slalu menjagamu di setiap hembusan nafas, di setiap kedipan mata. Allah tak pernah tidur dan tak pernah lupa utk menjaga dan mengabulkan setiap permintaan hamba-Nya yg berdo'a pada-Nya.

Dik, mungkin bukan uang banyak yg kami bekalkan. Hanya seuntai do'a yg kami lantunkan utk mengantarkanmu menuju gerbang kesuksesan.

Semoga ridho Allah senantiasa mengiringi setiap langkahmu, hingga keberkahan hidup slalu menyelimutimu dalam dinginnya malam, di tengah teriknya mentari atau gemuruhnya petir saat hujan badai. Tetaplah menjadi adik kecil kami yg sholeh, yg tetap tegar saat hempasan gelombang kehidupan menerjang.

Ku titipkan kau pada-Nya, semoga Allah slalu melindungi dan menjagamu..
Dari kakakmu yg slalu menyayangimu..

Cilegon, 060917

Selasa, 05 September 2017

Surat Kecil untuk Adikku Episode 1

Dia adalah adikku. Tepatnya bungsu dari lima bersaudara. Aku begitu amat menyayanginya. Dulu di saat usianya masih kecil Allah telah mengujinya. Saat itu usia adikku baru 5 tahun, dan Allah mentakdirkan ia menjadi seorang yatim. Masih ku ingat saat itu, ketika keranda ayah yg telah ditutup kain mulai diangkat perlahan tetiba adikku berkata, "Mah lihat, itu bapak mau pergi haji ya?" Ucapnya polos. Ya, di usia itu kau memang belum mengerti sayang. Allah sayang padamu, Allah ambil kembali ayah kita pasti ada hikmah tersembunyi. Saat itu aku yg masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama hanya bisa pasrah dgn kepergian bapak. "Rabb.. Ampuni dosa2nya, terimalah amal ibadahnya dan tempatkanlah ia di sisimu yg mulia."

Hari2 kami jalani bersama ibu dan keempat saudara-saudariku tersayang. Ujian kehilangan seorang ayah membuat kami kuat, adik bungsuku pun menjalani aktivitasnya sebagai seorang murid yg berprestasi, di bangku sekolah dasar ia beberapa kali mendapat peringkat pertama, Alhamdulillaah..
Bagi kami ibu adalah wanita yg amat berharga, ia adalah supermom terhebat. Setelah kepergian ayah, ibu telah menjelma menjadi pelindung bagi kami dan atas kekuatan dari Allah pula beliau berhasil mendidik sendiri kelima putra-putrinya.

Hingga hari itu tiba, Allah kembali menguji kami dgn sakitnya ibu.
Saat itu adik bungsuku sudah duduk di kelas 6 SD dan akan melaksanakan UN.
Qodarulloh, Allah lebih sayang pada ibu. Ibu pun Allah panggil kembali menghadap-Nya.. Semoga Allah mengampunimu, dan memasukkanmu ke dalam Syurga-Nya. Aamiin...

Saat itu aku teringat pada adik2ku, di usianya yg baru akan menginjak usia remaja ia telah menjadi yatim dan piatu. Allahu.. aku yakin Kau tak akan pernah meninggalkan kami.
Keluarga dari luar kota membujuk adikku agar ia mau tinggal bersama mereka dan melanjutkan sekolah SMP di Bogor. Namun adikku yg sholih menolaknya dgn halus, ia lebih memilih tinggal bersama kami keempat kakaknya di rumah yg sederhana.

Alhamdulillaah atas ijin Allah dan usahanya dlm belajar adikku pun lulus UN dgn hsl yg memuaskan. Sempat beberapa kali ia curhat padaku utk memilih melanjutkan sekolah ke SMP mana. Akhirnya bersama dg kakak kembarku ia mendaftar di SMPN 1 Tasikmalaya, selain kurikulum sekolahnya bagus juga dekat dgn rumah, jadi tinggal jalan kaki saja juga cepat sampai.

Alhamdulillah ia pun lolos dan mampu menyelesaikan sekolah SMPnya dalam waktu 2 tahun saja.
Setelah lulus ia pun mendaftar dan berhasil masuk ke SMAN 1 Tasikmalaya, salah satu sekolah favorit di kotaku. Selama di SMA adikku juga berhasil menjuarai beberapa lomba yang ia minati yaitu bidang komputer. Sungguh perjuangan yg luar biasa dik. Dan saat ini adikku sedang melanjutkan kembali perjuangannya utk menggapai cita2 dan mimpinya. Minta do'anya ya sahabat.. Esok adik kecilku akan melaksanakan ujian masuk STAN tahap terakhir. Semoga diberi kelancaran dan kesuksesan..

Selamat berjuang adikku yg sholih.. Semoga Allah memudahkan semua urusanmu dik.
Bismillaah.. Semoga kesuksesan dan keberkahan hidup slalu menyertaimu. Aamiin...
Dari kakakmu yg slalu menyayangimu..
Cilegon, 13 Ramadhan

Jumat, 05 September 2014

Sebening Cintamu, Ayah



Semburat senja masih setia menyinari bumi yang basah karena hujan tadi siang, sinarnya menembus jendela tua yang buram terkena asap kendaraan yang setiap hari lewat di depan sebuah rumah tua yang bercorak bangunan Belanda, bangunannya masih asli tak ada yang berbeda jauh dari dulu. Di balik jendela tua itu duduk seorang lelaki paruh baya, rambutnya sudah memutih dan di wajahnya terdapat guratan keriput, matanya sayu menatap langit yang sebentar lagi gelap.
Lelaki tua itu duduk sendiri di atas kursi roda, ia tengah merenungi perjalanan hidupnya selama ini. Dahulu hidupnya bahagia bersama istri dan kelima anaknya, namun hidupnya kini terasa sepi setelah kepergian istri tercinta 2 tahun yang lalu. Kesedihannya bertambah saat satu persatu anak-anaknya meninggalkan dirinya yang tua renta. Empat orang anaknya tinggal bersama keluarga masing-masing di luar kota, kini ia hanya tinggal bersama bungsunya dan menantunya yang sudah dua tahun berumah tangga belum dikaruniai buah hati.
                “Assalaamu’alaikum. Ayah, kenapa melamun di depan jendela. Maaf ya Bening dan Mas Iqbal pulang sore, tadi macet di jalan ada banjir setelah hujan tadi siang. Yuk kita makan dulu, Bening beli makanan kesukaan ayah,” Bening menantu yang baik hati itu mendorong kursi roda mertuanya ke dapur.
Gadis berjilbab ini sangat baik pada mertuanya, Bening sejak sekolah menengah pertama memang sudah menjadi yatim piatu, setelah lulus kuliah dia dinikahi oleh lelaki sholeh yang baik perangainya, dialah Iqbal. Dahulu Iqbal amat baik pada keluarga, namun sejak kakak-kakaknya meninggalkan ia sendiri hidup dengan ayahnya, sifatnya berubah. Ditambah lagi dengan sakit ayahnya yang tak kunjung sembuh dan semakin parah dari hari ke hari.
                “Mas, ayo keluar, kita makan dulu, ayah sudah menunggu di ruang makan,” ucap Bening pada suaminya.
                “Nanti saja mas makannya, malas sekali makan dengan ayah yang kalau makan berantakan kemana-mana. Apalagi selera makan mas jadi hilang kalau melihat ayah muntah-muntah di meja makan. Sudahlah, kamu makan saja duluan dengan ayah,” ucap Iqbal.
                Mendengar ucapan suaminya, Bening pun mendekati sambil mengelus punggung tangan suaminya.
                “Ayah kan sedang sakit, gagal ginjal yang dideritanya membuat ayah semakin menderita menahan semua sakit yang dideritanya. Sebagai anak kita justru harus membesarkan hatinya, kalau bukan kita siapa lagi mas?” Bening menenangkan.
                “Aku sudah capek mengurus ayah yang sakit tak kunjung sembuh. Aku sudah berkorban semuanya, biaya ,tenaga, waktu, setiap minggu harus mengantar ayah cuci darah, tapi mana kakak-kakakku yang lain? Mereka seakan tak peduli dengan keadaan ayah, aku sudah tak sanggup lagi dengan semua keadaan ini!” teriakan Iqbal terdengar hingga ke dapur, ayahnya hanya termenung menatap semua makanan yang ada di hadapannya.
                “Suamiku sayang, keadaan yang terjadi bukanlah untuk disalahkan. Semua sudah tertulis di lauhul mafudz, jangan mudah menyalahkan orang lain, justru kita harus menjadi orang pertama yang berbuat kebaikan. Kalau kata ustadzah Hasna bilang ibda binafsi mas, mulailah dari diri sendiri, Allah Maha tahu dan Allah akan membalas semua amal kita selama di dunia,” nasihat Bening.
                “Sudahlah kamu jangan ceramah di depanku, mas ingin sendiri sekarang,” Bening pun keluar kamar dengan mata yang berkaca-kaca.
                Di ruang makan sang ayah tertunduk, menahan buliran air mata yang sedari tadi sudah membendung di kelopak matanya.
                “Ayah, maafkan mas Iqbal ya. Dia begitu mungkin karena kecapean mengurusi pekerjaannya di kantor,”
                “Tidak apa-apa, semua ini mungkin karena ayah,”
                “Bukan ayah, tak ada yang salah dengan keadaan ini. Hasna yakin suatu saat nanti Mas Iqbal pasti akan kembali dengan sifatnya yang dahulu, baik, perhatian, penyayang, Bening yakin itu,”
                “Subhanalloh, Bening kamu adalah istri sholihah, Iqbal harusnya bersyukur memiliki istri yang baik seperti kamu. Sekarang kita tinggal berdo’a dan pasrahkan segalanya pada Allah,” ucap ayah yang perlahan menghapus butiran air mata dari wajahnya yang berkeriput.
                Disaat sepertigaan malam tiba, Bening tengah bersujud di atas sajadah kepasrahan. Air matanya membasahi sajadah, dia mengadukan semua kegelisahan hatinya.
                “Duhai penggenggam setiap jiwa, inilah aku yang hina berlumur dosa, ampunilah segala kesalahanku, ampuni dosa kedua orangtuaku. Hanya Engkau pengampun dosa, hanya Engkau pulalah pengabul setiap do’a. Duhai Rabbku, aku selalu berbaik sangka kepadaMu, hingga saat ini aku belum dikaruniai anak, mungkin karena Engkau belum percaya kepadaku untuk mengemban amanah itu. Namun Ya Allah, telah lama aku merindukan hadirnya buah hati pelengkap kebahagiaan dalam keluargaku. Aku memohon yang terbaik dari-Mu, aku berjanji jika Engkau menitipkan janin dalam kandunganku, aku akan merawatnya dengan baik, akan kuajari ia kelak untuk selalu mengabdi kepada-Mu, mencintaimu sepenuhnya.
Duhai yang Maha Membolak-balikkan hati, anugerahkanlah hidayah pada suami hamba. Andai hatinya kotor, maka bersihkanlah. Andai hatinya rusak maka gantilah dengan hati yang baru. Terangilah jalannya, hamba mohon kabulkan ya Rohman, kabulkanlah ya Rohiim… Amiin…”
Usai berdo’a tiba-tiba Bening mendengar suaminya berteriak.
“Jangan pergi Ayah…! Ayah…!”
Bening mendekati suaminya yang baru terbangun dari mimpinya.
“Istighfar Mas, barusan Mas bermimpi..” ucap Bening sambil mengelus punggung suaminya.
“Astaghfirulloh.. Tadi aku bermimpi ayah diajak pergi oleh seorang lelaki berpakaian serba putih. Saat itu ku lihat wajah ayah teramat damai. Mana ayah sekarang? Bagaimana kondisinya?” cerita Iqbal yang segera bangkit namun ditahan oleh istrinya.
“Tenanglah duhai suamiku. Tidak terjadi apa-apa dengan ayah. Ayah sekarang sedang tidur di kamarnya, sekarang baiknya Mas ambil wudlu dulu lalu shalat malam agar hati mas tenang,” ajak Bening.
Usai melaksanakan shalat malam, Bening dan Iqbal bercengkerama di atas sajadahnya masing-masing.
“Istriku, kenapa aku bisa bermimpi seperti itu ya? Padahal aku benci pada ayah yang sakit-sakitan. Namun di lubuk hatiku yang terdalam aku sungguh takut jika harus ditinggal pergi oleh ayah,” cerita Iqbal.
“Suamiku sayang, seburuk apapun beliau tetaplah ayah mas, orang tua kita. Coba mas renungkan pengorbanannya selama ini yang telah membesarkan dan mendidik kita, sungguh pengorbanannya tak akan pernah bisa diganti oleh apapun,”
“Kau benar sayang, mas masih ingat dulu waktu kecil, ketika SD semua siswa diwajibkan membawa seruling, sedangkan mas ke sekolah dengan wajah murung karena ayah tidak punya uang untuk membelinya. Tapi saat istirahat tiba ayah datang ke sekolah dengan membawa seruling baru, padahal mas tahu harga seruling mahal, tapi demi melihat anaknya bahagia apapun dilakukannya. Kemudian saat acara Pramuka harus naik sepeda ke bukit, dan rantai sepeda mas putus, lalu ayahlah yang membetulkanya sendiri sehingga mas bisa ikut acara Pramuka bersama teman-teman,” cerita Iqbal sambil matanya berkaca-kaca.
“Iya mas, sekarang selagi Allah masih memberi kita kesempatan untuk merawat ayah, kita bahagiakan ayah sebagaimana mereka membahagiakan kita saat kecil dahulu,” ucap Bening sambil mengusap buliran air mata yang jatuh membasahi pipi suaminya.
“Insya Allah sayang, do’akan selalu mas ya..”
Keesokan paginya pasangan suami istri itu tengah bersiap di ruang makan.
“Sayang, kok ayah belum ke sini ya?”
“Mungkin ayah masih tidur, nanti Bening bangunkan ayah dulu ya mas.” Bening mengetuk pintu kamar ayah, namun tak ada jawaban dari dalam. Ia pun membuka pintu kamar dan menemukan ayah masih tertidur di atas tempat tidurnya.
“Ayah bangun, kita sarapan dulu yuk! Ayah…” Bening mencoba membangunkan ayah namun tak juga bangun. Saat Bening menyentuh tangan ayah, sekujur tubuh ayah dirasanya dingin.
“Mas, mas, cepat kemari, ayah tidak mau bangun dan tubuhnya dingin!” Iqbal pun masuk kamar dan mendapati ayahnya yang pucat lalu segera melarikannya ke rumah sakit.
Tak lama di rumah sakit, keempat kakaknya pun datang setelah ditelpon oleh Bening. Mereka semua harap-harap cemas menunggu dokter yang memeriksa keadaan ayah.
Setelah lama menunggu, akhirnya dokter keluar dari ruangan dan mengabarkan kondisi ayah.
“Saya sudah berusaha namun Allah-lah yang berkehendak, ayah anda telah dipanggil Allah,” tangisan pun pecah menyelimuti lorong rumah sakit, kelima kakak beradik itu menangis terutama Iqbal yang menyesali atas tingkah lakunya selama ini pada ayahnya.
“Innalillaahi wainna ilaihi roji’un… Ayah, maafkan anakmu tak sempat membahagiakanmu, semoga Allah menempatkanmu di Syurga-Nya..” do’anya dalam hati.
Setelah kepergian ayahnya, Iqbal merasa sepi dan hari-harinya terasa hampa. Disaat keterpurukannya, Bening menghampiri sambil mengusap lembut punggung suaminya.
“Mas, jangan bersedih, ingatlah bahwa Allah selalu bersama kita. Oya, aku membawa kabar gembira untukmu,” Iqbal melirik istrinya yang sedang tersipu. Rona merah di pipi istrinya membuat wajah istrinya semakin cantik, dan keceriaan istrinya itulah yang selalu membuat Iqbal bahagia.
Bening berbisik di telinga suaminya, “Alhamdulillaah aku hamil mas,” mendengar kabar gembira itu, Iqbal langsung tersungkur sujud, butiran bening air mata menetes membasahi pipinya.
“Alhamdulillaah… Allohu Akbar… Terima Kasih Ya Allah Ya Rohman.. Engkau telah mengabulkan kerinduan hamba selama ini untuk memiliki keturunan. Aku berjanji akan menjaga dengan baik amanah yang Kau berikan… Terima kasih Ya Allah…”
Setelah itu hari-hari mereka selalu diliputi dengan kesyukuran, meski ujian kan pasti datang menghiasi bahtera rumah tangga mereka, namun mereka yakin di balik semua kesulitan pasti ada kemudahan, dibalik air mata pasti ada bahagia.

(Cilegon, 8 Agustus 2014) _ Desti Marwah Syahidah ^^

Jumat, 29 November 2013

Belajar dari Sang Murobbi



Mencari Spirit yang Hilang



“Ribuan langkah kau tapaki, pelosok negeri kau sambangi. Tanpa kenal lelah jemu sampaikan firman Tuhanmu. Terik matahari tak surutkan langkahmu, fatamorgana dunia tak hiraukan pandangmu. Semua langit bertasbih, sampaikan rahmat bagimu…”
        Sebuah nasyid yang menggugah hati kita semua, tentang perjuangan seorang da’i, yang dia mencintai Allah dan Allah pun mencintainya, yang lemah lembut terhadap sesamanya, dialah “Sang Murobbi”
        Sebenarnya aku sudah pernah menonton filmnya beberapa tahun yang lalu, tepatnya ketika masih berseragam putih abu-abu bersama teman-teman rohis. Film ini telah menginspirasi kami, bahwa dakwah, menyampaikan kebaikan dan mencegah kemungkaran, penuh dengan kerikil tajam yang senantiasa menghalau langkah ini, namun diceritakan, sang murobbi Ust. Rahmat Abdullah (alm) tak kenal jemu untuk menyebarkan warna Islam yang indah memesona.
        Aku kagum pada sosoknya yang begitu berkharisma, setiap pulang dari aktivitasnya pada malam hari, di saat orang-orang tengah terlelap, beliau bersedekah dengan tangan kanannya sementara tangan kirinya tak mengetahui. Dia yang slalu tawadhu, mengajarkan pada keluarganya untuk saling menyayangi, memberi dengan ikhlas. Masih ku rekam dialognya, ketika seorang ibu datang ke rumahnya menyampaikan bahwa suaminya sakit, maka ust. Rahmat meminta istrinya memberikan beras yang hanya tinggal cukup untuk besok pagi. Maka beliau berkata, “Jika uang sudah habis, itu pertanda rizki akan segera datang..” ucapnya pada istri yang slalu setia menemani dan memberi motivasi. Allah itu Maha Kaya, kita tinggal minta sama Allah dengan diikuti ikhtiar yang maksimal.
        Begitulah pribadinya yang santun dan menyejukkan mata setiap orang yang memandangnya. Hingga di akhir hayatnya, begitu banyak orang yang merasa kehilangan dengan sosoknya. Maka ku saksikan, ramai orang yang bertakziah dan langit pun berduka dengan meneteskan butiran – butiran hujan yang menemani kepergiannya.
        Subhanalloh, semoga kelak akan banyak sosok seperti beliau, yang taat pada Allah dan meneladani ajaran Rasulullah. Mudah-mudahan Allah SWT menjadikan diri kita dan menganugerahkan kepada kita keturunan yang sholeh dan sholehah yang menjadi jalan bagi kita untuk meraih ridho-Nya. Amiin… 

        Cilegon, 28 November 2013

Asyiknya Berselancar dalam Tulisan





Bagiku menulis itu mengasyikkan, apalagi menuliskan kejadian yang kita alamai sendiri maupun kisah pengalaman saudara-saudara kita. Semuanya terekam dalam tiap paragraph, dan kau akan tersenyum saat kembali membacanya, mengenang tiap episode dalam kehidupanmu. Kepingan masa-masa indahmu bersama sahabat, keluarga bahkan seseorang yang special membuatmu ingin kembali ke masa itu.
Mungkin kisah manis atau pahit, semua kan menjadi pelajaran berharga, karna pasti ada hikmahnya, dan saat kau menuliskannya, ia kan terkenang hingga kelak anak cucumu membacanya. Sebenarnya setiap orang pasti memiliki cerita unik masing-masing, bahkan lebih indah daripada sinetron-sinetron atau drama di TV.
Allah punya sejuta scenario buat hidup kita, dan aku yakin dibalik setiap kejadian tersimpan mutiara-mutiara hikmah yang bisa kita petik dan bagikan pada orang-orang terkasih. Menulis itu menuangkan segala ide dalam pikiran kita, so kita bebas menuliskan apa saja yang penting bermanfaat buat diri sendiridan pembaca.
Amat disayangkan jika momen terbaik bersama keluarga berlalu begitu saja tanpa terukir rapi dalam tulisan.  Bahkan Ali bin Ali Thalib pernah berkata, “Ikatlah ilmu dengan menuliskannya.” Ilmu itu bisa datang dari mana saja, tidak hanya di sekolah, namun di tiap detik, ilmu bertebaran dimana-mana, tinggal kita mau mencari dan berusaha sekuat tenaga untuk mengamalkannya. Lalu kita share dan pahalanya tidak akan pernah putus jika orang lainpun ikut mengamalkannya.
Yup, dan menulis merupakan salah satu media dakwah yang mudah untuk dilakukan, dengan kita mencurahkan ilmu yang kita miliki dalam tulisan, lalu kita tag semua teman di social network, maka akan banyak orang yang terinspirasi dengan ilmu yang kita tuliskan. Oke, sekian dulu tulisan dari saya, semoga setelah ini akan lahir  penulis-penulis yang mampu mencatat sejarah peradaban..!! Selamat berselancar dalam tulisan.. (DMS) ^^

Cilegon, 28 November 2013

Rabu, 10 April 2013

Tentang Jinggaku

Ingin ku tulis kisah kita,

tentang hati yg jingga,

menanti di ufuk senja..

Bersama kata yg bungkam,

terhempas ombak biru..

Aku tahu, kau tahu, jiwa kita pun tahu..

bahwa cinta itu tak slalu jatuh,

karna ada harap yg tersemai,

membalut luka yg karam di nuranimu..

Aku hanya ingin menghapus sepi malam-malammu,

lewat ceritaku yg tak pernah usai merangkum,

setiap episode, air mata dan senyumanmu.. :)


Untuk jinggaku, sabarlah dalam penantian,.

Allah Maha tahu yg terbaik untuk hamba-Nya..

Senin, 21 Januari 2013

I’m a Motivator and I’m Not a Provokator




            Aku adalah seorang yang biasa-biasa saja sama seperti kebanyakan orang dengan waktu yang sama 24 jam, namun aku memiliki impian yang Ruarrr Biazzaa. Maka aku ingin memperkenalkan kepada seluruh masyarakat dunia, bahwa aku adalah seorang motivator dan aku bukanlah seorang provokator.
            Bukannya sok narsis apalagi pamer, tapi inilah diriku dengan segala kelebihan dan kekurangan yang aku miliki. Tahukan kawan, bahwa aku adalah motivator sukses, untuk diriku sendiri! Why?? Karena hidup ini milik diri kita sendiri, bukan kau, dia, atau mereka. Memang, Allah sudah menuliskan takdir kita masing-masing, namun kitalah yang menentukannya. Mau jadi apa kita? Itu ada pada pilihan kita sendiri.
            Kita mungkin pernah merasa tidak semangat untuk melakukan sesuatu dan kita membutuhkan sesuatu pula untuk mengembalikan gairah itu. Tapi tahukan kawan, motivasi terbesar itu sesungguhnya ada di dalam diri kita sendiri. Ya, kitalah seorang motivator itu, kitalah yang mampu mengubah hidup kita!
            Ketika kita merasa lelah dengan hidup ini, ingin kembali dan lari dengan semua masalah yang terjadi. Maka merenunglah sejenak, mengapa kita berada di sini?  Cita-cita apa yang teman-teman dambakan? Mengapa kita sudah berjalan sejauh ini? Ya, karena sesungguhnya kita mampu! Allah tidak akan pernah memberi ujian melebihi kesanggupan hamba-Nya. Ketika kita terjatuh 10 kali, maka bangkitlah 11 kali.
            Teman, pikirkanlah keadaan kita saat ini dengan orang-orang sukses di sekitar kita. Mereka memiliki waktu yang sama, tangannya dua, kakinya dua, sama halnya dengan kita. Oleh karena itu, kita pun pasti bisa lebih sukses dari mereka, kitalah yang menjalani hidup ini, dan amal terbaik apa yang sudah kita lakukan? Prestasi apa yang telah kita ukir untuk sejarah peradaban? Apakah kita sudah memberikan kebermanfaatan yang banyak untuk orang-orang di sekitar kita? Bukankah kita telah sama-sama mengetahui pesan dari Rasulullaah SAW, bahwa sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat untuk orang lain.
            Bangkitlah sekarang juga, buktikan pada orang lain bahwa kita bisa melakukan hal yang lebih dari apa yang mereka pikirkan tentang kita. Jangan hanya jadi provokator yang banyak bicara sedikit bekerja, namun jadilah motivator pembawa cahaya dan menerangi sekeliling kita, layaknya matahari, ia memiliki cahaya terbesar dan bisa memberi menerangi seluruh penjuru bumi.
            So, saatnya kita katakan bersama dengan lantang dan buktikan pada dunia, “I’m Motivator and I’m Not a Provokator!”
            Semangat mencoba! ^_^
“DMS” Cilegon, 20 Januari 2013