Sore hari di depan laboratorium tempat kerjaku, saat
sedang istirahat sambil menatap langit senja di kota baruku ini,
tiba-tiba saja aku teringat pada sahabat-sahabatku tersayang di kota
kelahiran. Mereka adalah sosok-sosok luar biasa, bak bidadari yang slalu
menginspirasiku. Aku mengenal mereka sudah cukup lama, tepatnya saat
kami sama-sama mengikuti kegiatan tahap awal masuk sebuah organisasi.
Meski kami berbeda kampus, namun pertama kali melihat
sahabat-sahabat baruku seolah sudah lama mengenalnya. Kami saling tukar
nomor HP dan berkenalan satu sama lain. Masih ku ingat saat itu peserta
kegiatan terlihat sangat aktif, penampilan kami memang biasa-biasa saja
tidak seperti kakak-kakak panitia lain yang jilbaber. Harus ku akui rasa
ingin tahu teman-temanku tentang islam patut diacungi jempol.
Kegiatan itu berlangsung selama 3 hari yang dilaksanakan di sebuah
pesantren di Cikoneng. Walau hanya 3 hari, namun acaranya sangat
berkesan, khususnya bagi kami mahasiswa baru yang masih awam soal
pemahaman agama dan organisasi.
Acara yang paling berkesan bagiku adalah acara keputrian,
dimana kami bisa curhat masalah apa saja. Kami dibimbing oleh seorang
ukhti yang sangat anggun, cara dia berbicara sangat lembut dan santun,
kami memanggilnya teh Zahra (bukan nama sebenarnya). Sebelum sesi curhat
dimulai, teh Zahra memutar sebuah video di laptopnya. Judul videonya
adalah sayonara jahiliyah (sampai sekarang aku mencari video itu tapi
belum ketemu, buat temen2 yang punya kabari ya..!)
Video berdurasi pendek ini berkisah tentang seorang
perempuan yang senang berfoya-foya, memamerkan rambutnya dan menggunakan
waktu dengan sia-sia, sampai akhirnya dia merasa ada sesuatu yang
kurang dalam hidupnya, dan akhirnya dia menemukan kawan-kawan terbaik
yang mengajaknya menuju hidayah terindah. Entah mengapa air mata ini
menetes membasahi pipi.Ku tatap sahabat-sahabatku, rupanya mereka pun
merasakan kerinduan yang sama denganku untuk mencari hidayah itu.
Tiba-tiba saja ku lirik sahabat disampingku menangis tersedu-sedu hingga
ia kesulitan bernafas. Aku yakin ia sangat tersentuh melihat video
tersebut.
Setelah memutarkan video tersebut, kemudian teh Zahra
menceritakan hikmah dari apa yang sudah kami tonton. Lalu beliau
mengajak kami untuk berdialog, dan yang pertama curhat adalah sahabatku
tadi yang menangis tersedu-sedu, namanya Lani, dia menceritakan tentang
kehidupannya yang dirasa hampa sambil menangis. Aku pun merasakan
getaran yang dirasakannya. Ku tatap wajah Lani yang cantik dan putih
bersih. Semenjak perkenalanku diawal, Lani adalah peserta paling polos,
dia masih menggunakan jilbab sporty'nya, tapi ia punya semangat yang
tinggi melaksanakan setiap tugas dari panitia walau dia paling manja
dari kami. Namun kini diantara tangis pilunya, aku yakin Lani telah
mendapat secercah hidayah dari tayangan video tadi. Suatu saat nanti aku
akan mendapatinya sebagai sosok muslimah pendamba Surga.
Selain acara keputrian, pengalaman paling seru yang ku
dapatkan dari kegiatan ini adalah saat kami dilatih untuk simulasi aksi.
Ini adalah kali pertamanya bagi kami untuk merancang sendiri persiapan
aksi. Dalam kegiatan ini ikhwan dan akhwat harus tampil bersama
menyuarakan aksi, walau konsepnya kami buat masing-masing.
Panitia memberitahukan bahwa orator aksinya harus dua, dari
ikhwan satu dan akhwat satu. Tiba-tiba saja secara serempak teman-teman
akhwat menunjukku. Dulu ketika SMA aku memang pernah mengikuti aksi
solidaritas untuk Palestina bersama teman-teman di ikatan pelajar muslim
Tasik. Maka bismillah ku coba pengalaman baru di sini. Peserta akhwat
berinisiatif untuk membuat sebuah teatrikal menggambarkan kekejian
penguasa terhadap rakyat jelata. Duh, kalau ingat saat – saat itu slalu
ingin tersenyum, kami yang polosnya menyuarakan yeal-yeal pembangkit
semangat.
Di sela-sela kegiatan, kami isi waktu dengan menghafal ayat
Al-Qur’an yang ditugaskan panitia, tapi di lain waktu kami juga saling
bertukar cerita. Sehingga ketika rindu berkumpul bersama keluarga bisa
terobati dengan kehangatan sahabat-sahabat tersayang. Di antara mereka
aku memperhatikan seorang peserta yang begitu aktif jika sedang diskusi,
namanya Rahma. Dia yang sering mencairkan suasana di tengah padatnya
kegiatan, wajah polosnya membuatku kagum betapa rasa ingin tahunya
begitu tinggi. Dan kelak kan ku saksikan ide-ide cemerlang dan
keaktifannya memberi semangat membara untuk dakwah ini.
Di sini kami juga mendapat pengalaman spiritual lewat acara
perjalanan malam. Tepatnya di malam terakhir, setiap orang harus
menjelajah sendiri dengan hanya membawa sebuah lilin untuk penerangan.
Sekuat tenaga aku menjaga agar lilin tetap menyala, Penunjuk jalan yang
diberikan panitia adalah beberapa lilin yang dinyalakan di setiap pos.
HIngga tiba di pos terakhir seorang panitia akhwat mengikatkan kain
penutup mata, lalu aku diajak untuk berjalan beberapa meter. Hatiku
sedikit berdebar, di tengah malam gelap gulita aku disuruh duduk di
suatu tempat yang entah dimana sebab mataku masih ditutup. Tak lama
kemudian, terdengar suara seseorang yang memberikan tausyiah. Kemudian
dia menyuruh kami membuka penutup mata, betapa terkejutnya kami saat
mengetahui bahwa kami sudah berada di antara gundukan tanah dengan aroma
khas, pemakaman.
Kami diajak untuk muhasabah betapa hidup ini hanyalah
sekejap, aku dan semua yang hadir di tempat ini pasti akan menyusul
orang-orang yang telah meninggal. Aku terbayang jika waktu itu tiba, dan
malaikat mencabut nyawaku, apa yang akan aku persembahkan untuk Rabbku
kelak?. Tak terasa air mata ini menetes, aku teringat akan dosa-dosa
yang pernah ku lakukan. Wahai Allah Yang Maha Mengetahui, maafkan segala
kesalahanku, jadikanlah di akhir hidupku nanti dalam keadaan yang baik,
husnul khotimah.. Aamiin…
Tak terasa tiga hari kami lewati dengan membawa kesan yang
mendalam. Usai acara kami saling berpelukan erat, berharap episode
kehidupan yang kan kami jalani selanjutnya menjadi lebih baik dan bisa
menemukan secercah hidayah terindah yang Allah berikan.
Perjumpaan itu menjadi langkah awal kami untuk sama-sama
mencari cinta Hakiki. Jika ku ingat saat-saat perkenalan kami dahulu,
slalu membuatku tersenyum, dan menitikkan air mata keharuan, betapa
ukhuwah begitu indah.
Cilegon, 12-12-12